ETIKA
Pengertian Etika
· Etika adalah
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlaq); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai
mengenai nilai benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989)
· Etika adalah
suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. (Suseno, 1987)
· Etika
sebenarnya lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran
dalam hubungan tingkah laku manusia. (Kattsoff, 1986)
Berdasarkan
beberapa pemikiran diatas etika menurut Bartens sebagaiman dikutip oleh abdul
kadir,memberikan tiga arti etika yaitu
1.
Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.arti ini dapat juga disebut sistem nilai dalam hidup manusia
perseorngan atau hidup bermasyrakat
2.
Etika dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral,yang
dimaksud disi adalah kode etika
3.
Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk
.arti sini sama dengan filsafat moral
Dalam
perkembangannya etika dapat dibagi dua yaitu etika perangai dan etika moral
a) Etika perangai adalah adatistiadat atai kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat didaerah tertentu dan pad waktu tertentu.etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penelitian.contoh etika perangai adalah
a) Etika perangai adalah adatistiadat atai kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat didaerah tertentu dan pad waktu tertentu.etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penelitian.contoh etika perangai adalah
1. Berbusana adat
2. Pergaulan muda mudi
3. Perkawinan semenda
4. Upacara adat
b) Sementara
itu untuk etika moral adalah berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan
benar berdasarkan kodrat manusia.apabila etika tersebut dilanggar timbullah
kejahatan yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar,kebiasaan ini berasal
dari kodrat manusia yang disebut moral,contoh moral adalah
1. Berkata dan berbuat jujur
2. Menghormati orang tua
3. Menghargai orang lain
4. Membela kebenaran dan keadilan
5. Menyantuni anak yatim piatu
Prinsip – prinsip etika
Tuntutan
profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing
profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku
untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang
paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja
prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada
umumnya yang paling berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi kaum
profesional sejauh mereka adalah manusia.
1. Pertama, prinsip tanggung jawab.
Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang
profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab.
Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap
hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan
juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin
dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan moto
yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan
dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain. Ia sendiri dapat
mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan
profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan
profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga bertanggung
jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain
khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana
profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja,
ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa macam-macam.
Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah melakukan
kesalahan: mundur dari jabatannya dan sebagainya.
2. Prinsip kedua adalah prinsip keadilan
. Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan
profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya
orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini
menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh
melakukan diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak
membayar jasa profesionalnya .prinsip “siapa yang datang pertama mendapat
pelayanan pertama” merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam
arti yang seluas-luasnya .jadi, orang yang profesional tidak boleh
membeda-bedakan pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu jangan
sampai terjadi bahwa mutu dan itensitas pelayanannya profesional dikurangi
kepada orang yang miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara
memadai. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa kasus yang sering terjadi di
sebuah rumah sakit, yang mana rumah sakit tersebut seringkali memprioritaskan
pelayanan kepada orang yang dianggap mampu untuk membayar seluruh biaya
pengobatan, tetapi mereka melakukan hal sebaliknya kepada orang miskin yang
kurang mampu dalam membayar biaya pengobatan. Penyimpangan seperti ini sangat
tidak sesuai dengan etika profesi, profesional dan profesionalisme, karena
keprofesionalan ditujukan untuk kepentingan orang banyak (melayani masyarakat)
tanpa membedakan status atau tingkat kekayaan orang tersebut.
3. Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi.
Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap
dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan
profesinya. Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri.
Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak
boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi
tersebut. ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa
pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu
tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut. Otonomi ini juga
penting agar kaum profesional itu bisa secara bebas mengembangkan profesinya,
bisa melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang kiranya berguna bagi
perkembangan profesi itu dan kepentingan masyarakat luas. Namun begitu tetap
saja seorang profesional harus diberikan rambu-rambu / peraturan yang dibuat
oleh pemerintah untuk membatasi / meminimalisir adanya pelanggaran yang
dilakukan terhadap etika profesi, dan tentu saja peraturan tersebut ditegakkan
oleh pemerintah tanpa campur tangan langsung terhadap profesi yang dikerjakan
oleh profesional tersebut.
Hanya saja otonomi ini punya batas-batasnya
juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen
profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta
(dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh
disertai dengan tanggung jawab profesional. Secara khusus, dibatasi oleh tanggung
jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya secara
otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kewajiban pihak lain. Kedua,
otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat
pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada
waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak
sampai merugikan kepentingan umum. Jadi, otonomi itu hanya berlaku sejauh tidak
sampai merugikan kepentingan bersama. Dengan kata lain, kaum profesional memang
otonom dan bebas dalam menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak
dan kepentingan pihak tetentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak
dan kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi
berlaku dan karena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak
pihak yang merugikan pihak lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini
hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan
kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi itu sendiri. Adapun
kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah ini adalah dapat dimisalkan
adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama pada profesi penghulu, yang
misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh
lebih besar daripada peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Prinsip integritas moral. Berdasarkan
hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang
profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang
tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran
profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan
demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas
dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai
merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan
menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak
melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya. Karena
itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan
apa pun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar niali uang dijunjung
tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya integritas moral yang tinggi
menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan menyerah atas bujukan apa pun
untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan prinsip keadilan sebagai
nilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia tidak akan mudah menyerah
terhadap bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan
semacamnya demi mempertahankan dan menegakkan keadilan. Kendati, ia malah
sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral,
khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini
terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia
rela mati hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu.
Dengan kata lain, prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang tersebut
punya pendirian yang teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai yang dianut
profesinya. Biasanya hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat secara
langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru
lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh
profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang)
dokter tersebut dalam melayani masyarakat.
Basis Teori Etika
1. Etika Teleologi
Teleologi berasal
dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki arti tujuan. Dalam hal
mengukur baik buruknya suatu tindakan yaitu berdasarkan tujuan yang akan
dicapai atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari tidakan yang telah
dilakukan. Dalam tori teleologi terdapat dua aliran, yaitu.
a. Egoisme etis
Inti pandangan dari egoisme adalah tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri.
b. Utilitarianisme berasal
dari bahasa Latin yaitu utilis yang memiliki arti bermanfaat. Menurut
toeri ini, suatu perbuatan memiliki arti baik jika membawa manfaat bagi seluruh
masyarakat ( The greatest happiness of the greatest number ).
2.
Deontologi
Deontologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang memiliki arti kewajiban. Jika
terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak
karena buruk?”. Maka Deontologi akan menjawab “karena perbuatan pertama menjadi
kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”. Pendekatan deontologi
sudah diterima oleh agama dan merupakan salah satu teori etika yang penting.
3.
Teori Hak
Dalam pemikiran
moral saat ini, teori hak merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak ini
merupaka suatu aspek dari teori deontologi karena berkaitan dengan kewajiban.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia adalah sama.
Oleh karena itu, hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
4.
Teori
Keutamaan ( Virtue )
Dalam teori keutamaan memandang sikap atau
akhlak seseorang. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang
telah diperoleh seseorang dan memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku baik
secara moral. Contoh sifat yang dilandaskan oleh teori keutamaan yaitu
kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.
Egoism
Perilaku
yang dapat diterima tergantung pada konsekuensinya. Inti pandangan egoisme
adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar
pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral
setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.Egoisme
ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu
ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai
kenikmatan fisik yg bersifat vulgar. Memaksimalkan kepentingan kita terkait
erat dengan akibat yang kita terima
Sumber:
Supriadi,S.H.,M.HUM
. 2006.etika dan tanggung jawab profesi hukum di indonesia Jakarta.Sinar
Grafika
Abdulkadir Muhammad.1991 .,etika profesi hukum .bandung.Citra Aditya Bakti
Liliana Tedjosaputro.2003etika profesi dan profesi hukum ,Semarang .Aneka Ilmu
Darji Darmodiharjo dan Sidharta .1995.pokok-pokok filsafat hukum .Jakarta.Gramedia pustaka utama
Magnis Suseno.1995.pokok-poko etika profesi hukum .Jakarta .Pradnya paramitha
Abdulkadir Muhammad.1991 .,etika profesi hukum .bandung.Citra Aditya Bakti
Liliana Tedjosaputro.2003etika profesi dan profesi hukum ,Semarang .Aneka Ilmu
Darji Darmodiharjo dan Sidharta .1995.pokok-pokok filsafat hukum .Jakarta.Gramedia pustaka utama
Magnis Suseno.1995.pokok-poko etika profesi hukum .Jakarta .Pradnya paramitha
http://diahaja.wordpress.com/2010/12/17/teori-teori-etika-bisnis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar